Universitas Terbuka, Empat Windu Membangun Negeriku
Empat windu bukanlah waktu yang sebentar. Dalam rentang yang demikian, maka menjadi sebuah keniscayaan, jika sebuah kebaikan yang ditanam di tanah Indonesia dalam perawatan Ibu Pertiwi, dapat tumbuh dan berkembang hingga memberikan hasil.
Jika diibaratkan dengan sebuah pohon. Maka, tumbuh kembang dalam kurun waktu selama itu akan menjadikannya sebagai pohon peneduh dengan rentangan daunnya yang rimbun dan memberikan kemanfaatan buahnya yang ranum nan manis.
Tak salah, jika analogi tersebut dinisbatkan kepada Universitas Terbuka sebagai sebuah lembaga yang memiliki peranan strategis dalam membangun negeri. Sebuah negeri yang terus bergulat dalam memberikan kesejahteraan kepada rakyatnya. Dalam cungkup demokrasi yang hangat dan penuh dinamika.
Universitas Terbuka mengambil peranan penting dalam memberikan akses dan pemerataan pendidikan tinggi kepada seluruh lapisan masyarakat. Tanpa melihat usia, gender ataupun latar belakang sosial lainnya.
Orang miskin boleh sakit dan ada negara yang akan menanggungnya. Karena sakit adalah takdir yang harus dijalani, sebab ada faktor alam yang tidak dapat dihindari. Orang sakit akan ada yang mengurus, si sakit tinggal pasrah menjalani prosedur pengobatan dan perawatan. Jika ajal belum tiba, maka ia akan kembali sehat.
Orang miskin tidak boleh bodoh, karena bodoh adalah hasil dari sebuah proses. Bukan kutukan, bukan nasib dan bukan keturunan. Bodoh lebih tepat akibat kesalahan sistem, bukan karena kesalahan nasib. Untuk mengubahnya, perlu proses dan kita tidak boleh menyerah pasrah dengan keadaan. Kebodohan memerlukan energi untuk mengubahnya menjadi tahu dan berpengetahuan.
Seperti ucapan Bill Gates, "Jika anda lahir miskin, itu nasib anda, tapi jika anda mati miskin, itu salah anda!"
Maka, karena miskin dan kebodohan adalah dua beranak yang saling melahirkan, dapatlah kita ganti ungkapan dari juragan Microsoft di atas menjadi : "Jika anda lahir dari keluarga tak berpendidikan tinggi, itu bukan salah anda. Namun jika nantinya anda mati sebagai orang bodoh, maka itu salah anda!"
Mengapa demikian? Karena saat ini, di tanah air, sektor pendidikan mendapatkan perhatian yang cukup besar dari pemerintah. Sebanyak 20% dari APBN 2016 dialokasikan untuk pendidikan. Angka riil dari prosentase tersebut, yakni Rp 419,2 triliun dari total belanja negara Rp 2095,7 triliun. [1] Hal ini tentu saja sesuai dengan amanat di dalam Undang-Undang Pendidikan.
Sehingga tidak ada alasan lagi untuk berhenti sekolah hanya sebatas sekolah menengah saja. Banyak cara untuk menaikkan derajat melalui pendidikan ini. Dan semuanya memungkinkan untuk mendapatkan akses kepada pendidikan yang lebih tinggi.
Universitas Terbuka, Empat Windu Membangun Negeri
Salah satu pihak atau lembaga yang konsen memberikan pendidikan secara inklusif adalah Universitas Terbuka (UT).
Sepanjang 32 tahun sudah, UT melakukan pengabdiannya dalam mendidik dan mencerdaskan bangsa. Banyak sudah alumni UT yang berkarya dan mengabdi di aneka bidang dan lintas matra serta bersama melakukan upaya dalam membangun negeri. Dengan sistem Pendidikan Jarak Jauh (PJJ), UT sebagai Perguruan Tinggi Negeri telah membuka akses dan layanan pendidikan bagi semua warga negara Indonesia di seluruh nusantara dan di 18 negara.
Sifat keterbukaan UT tersebut dapat ditandai dari beragamnya latar belakang mahasiswa UT itu sendiri. Mulai dari para siswa yang telah lulus SLTA hingga yang sudah guru besar. Mulai dari pegawai golongan biasa hingga para eksekutif dan pejabat, dan mereka yang tinggal di perkotaan hingga yang berdomisili di pelosok.
Hal ini dimungkinkan mengingat UT telah mengintegrasikan seluruh kegiatan akademisnya melalui sistem Pendidikan Jarak Jauh (PJJ). UT memegang kuat-kuat tugas mulia untuk "Menjangkau yang tidak terjangkau, meraih yang tidak teraih” oleh perguruan tinggi tatap muka pada umumnya.
Tercatat, tahun 2016 ini, Jumlah Mahasiswa Registrasi Universitas Terbuka masa 2016 semester pertama sebanyak 299.317 orang. Belum ditambah dengan mahasiswa lama pada periode sebelumnya.
Tentu, melayani jumlah mahasiswa aktif sebanyak itu, yang mencapai ratusan ribu orang tersebut bukan perkara mudah. Tanpa adanya sistem penunjang yang mumpuni serta kualitas SDM di atas rata-rata, maka semuanya akan terasa melelahkan.
UT harus bekerja keras dengan cerdas dan sistemis agar layanan pendidikan yang dipersembahkannya mampu memenuhi standar mutu UT serta para mahasiswa dan berbagai pemangku kepentingan lain.
Hingga tahun 2016, UT sudah melakukan inovasi teknologi yang modern dan unggul dalam melaksanakan sistem pembelajaran jarak jauh, serta hadir memberikan pelayanan pendidikan hingga menjangkau pelosok negeri. Tanpa inovasi dan aksi kerja nyata, sekali lagi semuanya hanya mimpi dan tetap sebagai angan-angan belaka. [2]
Kiprah UT dalam melayani pendidikan bangsa membuahkan pengakuan dan penghargaan dari dalam dan luar negeri baik terhadap institusi maupun para tokoh dan pimpinan UT. Secara kelembagaan, pada tahun 2010, UT memperoleh kembali Certificate of Quality dari International Council for Open and Distance Education (ICDE) atau Dewan Pendidikan Jarak Jauh Internasional, yang berpusat di Oslo, Norwegia.
Pengakuan regional dan internasional terhadap ketokohan dan kepakaran pimpinan UT dalam PJJ diterima oleh hampir seluruh Rektor UT, sejak tahun 1984. Tahun 2012, pengakuan/penghargaan internasional itu juga diraih oleh Rektor UT, Prof Ir Tian Belawati, M Ed, Ph D, yang secara aklamasi terpilih sebagai Presiden ICDE periode 2012 – 2015 lalu.
UT Semakin Siap Implementasikan Teknologi
Semakin ke sini, semakin banyak anak muda yang tertarik untuk berkuliah dengan sistem Pendidikan Tinggi Terbuka Jarak Jauh (PTTJJ) yang dianut oleh Universitas Terbuka tersebut. Hal ini sangat dimungkinkan, dengan semakin baiknya penetrasi teknologi dalam sistem pengajaran yang digunakan oleh UT.
Bahkan di usianya yang memasuki empat windu ini, mahasiswa UT mulai didominasi oleh kalangan muda. Persentase kasar menyebutkan, Mahasiswa yang berusia 30 tahun ada sekitar 40% dan di bawah 25 tahun sebanyak 25%. [3]
Hal ini, secara tidak langsung menunjukkan targetan UT untuk dapat masuk ke kalangan anak muda yang tak bisa jauh dari gadget, mulai menunjukkan perkembangan yang menggembirakan.
Mengingat, sistem pembelajaran UT mayoritas tak jauh dari penggunaan teknologi.
Hal ini ditandai dengan kesiapan UT untuk menyediakan aplikasi kuliah yang bisa diunduh di telepon seluler (ponsel) berbasis Android. Mulai dari bahan ajar digital interaktif, akses perpustakaan digital, daftar ujian, hingga komunikasi antarsiswa bisa dilakukan di aplikasi tersebut.
UT sendiri diketahui saat ini tengah mengembangkan ujian online berbasis internet dan dilengkapi pula dengan pengawasan secara daring. Direncanakan, akhir 2017, implementasi teknologi akan 100% dilakukan.
Pencapaian ini tentu saja menggembirakan, seiring dengan niatan dari Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemenristek-Dikti). Di mana, perguruan tinggi harus memperhatikan tingkat ketersiapan teknologi (Technology Readiness Level) dan inovasi.
Semoga di usianya yang semakin matang, UT dapat menjalankan perannya memberikan akses seluas-luasnya kepada seluruh lapisan masyarakat dalam mendapatkan pendidikan tinggi yang berkualitas, fleksibel dan terjangkau. Selamat ulang tahun yang ke-32 UT! (*)
Referensi
[1] http://bisnis.liputan6.com/read/2356557/anggaran-pendidikan-di-apbn-2016-cetak-sejarah
[2] http://www.ut.ac.id/berita/2016/08/peringati-kemerdekaan-ri-ke-71-ut-tingkatkan-kerja-nyata
[3] http://www.koran-sindo.com/news.php?r=0&n=6&date=2016-07-22
-----
Jika diibaratkan dengan sebuah pohon. Maka, tumbuh kembang dalam kurun waktu selama itu akan menjadikannya sebagai pohon peneduh dengan rentangan daunnya yang rimbun dan memberikan kemanfaatan buahnya yang ranum nan manis.
Tak salah, jika analogi tersebut dinisbatkan kepada Universitas Terbuka sebagai sebuah lembaga yang memiliki peranan strategis dalam membangun negeri. Sebuah negeri yang terus bergulat dalam memberikan kesejahteraan kepada rakyatnya. Dalam cungkup demokrasi yang hangat dan penuh dinamika.
Universitas Terbuka mengambil peranan penting dalam memberikan akses dan pemerataan pendidikan tinggi kepada seluruh lapisan masyarakat. Tanpa melihat usia, gender ataupun latar belakang sosial lainnya.
* * *
Saya termangu saat membenarkan judul tulisan seorang sahabat, "Orang miskin boleh sakit, tapi tidak boleh bodoh". Kalimat itu terbaca seperti paradoks, namun memiliki makna yang dapat dibenarkan.Orang miskin boleh sakit, tapi tidak boleh bodoh
Orang miskin boleh sakit dan ada negara yang akan menanggungnya. Karena sakit adalah takdir yang harus dijalani, sebab ada faktor alam yang tidak dapat dihindari. Orang sakit akan ada yang mengurus, si sakit tinggal pasrah menjalani prosedur pengobatan dan perawatan. Jika ajal belum tiba, maka ia akan kembali sehat.
Orang miskin tidak boleh bodoh, karena bodoh adalah hasil dari sebuah proses. Bukan kutukan, bukan nasib dan bukan keturunan. Bodoh lebih tepat akibat kesalahan sistem, bukan karena kesalahan nasib. Untuk mengubahnya, perlu proses dan kita tidak boleh menyerah pasrah dengan keadaan. Kebodohan memerlukan energi untuk mengubahnya menjadi tahu dan berpengetahuan.
Seperti ucapan Bill Gates, "Jika anda lahir miskin, itu nasib anda, tapi jika anda mati miskin, itu salah anda!"
Maka, karena miskin dan kebodohan adalah dua beranak yang saling melahirkan, dapatlah kita ganti ungkapan dari juragan Microsoft di atas menjadi : "Jika anda lahir dari keluarga tak berpendidikan tinggi, itu bukan salah anda. Namun jika nantinya anda mati sebagai orang bodoh, maka itu salah anda!"
Mengapa demikian? Karena saat ini, di tanah air, sektor pendidikan mendapatkan perhatian yang cukup besar dari pemerintah. Sebanyak 20% dari APBN 2016 dialokasikan untuk pendidikan. Angka riil dari prosentase tersebut, yakni Rp 419,2 triliun dari total belanja negara Rp 2095,7 triliun. [1] Hal ini tentu saja sesuai dengan amanat di dalam Undang-Undang Pendidikan.
Sehingga tidak ada alasan lagi untuk berhenti sekolah hanya sebatas sekolah menengah saja. Banyak cara untuk menaikkan derajat melalui pendidikan ini. Dan semuanya memungkinkan untuk mendapatkan akses kepada pendidikan yang lebih tinggi.
Universitas Terbuka, Empat Windu Membangun Negeri
Univeritas Terbuka dan logo 32 tahun Universitas Terbuka |
Sepanjang 32 tahun sudah, UT melakukan pengabdiannya dalam mendidik dan mencerdaskan bangsa. Banyak sudah alumni UT yang berkarya dan mengabdi di aneka bidang dan lintas matra serta bersama melakukan upaya dalam membangun negeri. Dengan sistem Pendidikan Jarak Jauh (PJJ), UT sebagai Perguruan Tinggi Negeri telah membuka akses dan layanan pendidikan bagi semua warga negara Indonesia di seluruh nusantara dan di 18 negara.
Sifat keterbukaan UT tersebut dapat ditandai dari beragamnya latar belakang mahasiswa UT itu sendiri. Mulai dari para siswa yang telah lulus SLTA hingga yang sudah guru besar. Mulai dari pegawai golongan biasa hingga para eksekutif dan pejabat, dan mereka yang tinggal di perkotaan hingga yang berdomisili di pelosok.
Hal ini dimungkinkan mengingat UT telah mengintegrasikan seluruh kegiatan akademisnya melalui sistem Pendidikan Jarak Jauh (PJJ). UT memegang kuat-kuat tugas mulia untuk "Menjangkau yang tidak terjangkau, meraih yang tidak teraih” oleh perguruan tinggi tatap muka pada umumnya.
Tercatat, tahun 2016 ini, Jumlah Mahasiswa Registrasi Universitas Terbuka masa 2016 semester pertama sebanyak 299.317 orang. Belum ditambah dengan mahasiswa lama pada periode sebelumnya.
Jumlah Mahasiswa Registrasi Universitas Terbuka masa 2016 |
Latar belakang mahasiswa Universitas Terbuka 2016 |
UT harus bekerja keras dengan cerdas dan sistemis agar layanan pendidikan yang dipersembahkannya mampu memenuhi standar mutu UT serta para mahasiswa dan berbagai pemangku kepentingan lain.
Hingga tahun 2016, UT sudah melakukan inovasi teknologi yang modern dan unggul dalam melaksanakan sistem pembelajaran jarak jauh, serta hadir memberikan pelayanan pendidikan hingga menjangkau pelosok negeri. Tanpa inovasi dan aksi kerja nyata, sekali lagi semuanya hanya mimpi dan tetap sebagai angan-angan belaka. [2]
Kiprah UT dalam melayani pendidikan bangsa membuahkan pengakuan dan penghargaan dari dalam dan luar negeri baik terhadap institusi maupun para tokoh dan pimpinan UT. Secara kelembagaan, pada tahun 2010, UT memperoleh kembali Certificate of Quality dari International Council for Open and Distance Education (ICDE) atau Dewan Pendidikan Jarak Jauh Internasional, yang berpusat di Oslo, Norwegia.
Pengakuan regional dan internasional terhadap ketokohan dan kepakaran pimpinan UT dalam PJJ diterima oleh hampir seluruh Rektor UT, sejak tahun 1984. Tahun 2012, pengakuan/penghargaan internasional itu juga diraih oleh Rektor UT, Prof Ir Tian Belawati, M Ed, Ph D, yang secara aklamasi terpilih sebagai Presiden ICDE periode 2012 – 2015 lalu.
UT Semakin Siap Implementasikan Teknologi
Semakin ke sini, semakin banyak anak muda yang tertarik untuk berkuliah dengan sistem Pendidikan Tinggi Terbuka Jarak Jauh (PTTJJ) yang dianut oleh Universitas Terbuka tersebut. Hal ini sangat dimungkinkan, dengan semakin baiknya penetrasi teknologi dalam sistem pengajaran yang digunakan oleh UT.
Suasana upacara peringatan HUT RI di Universitas Terbuka |
Hal ini, secara tidak langsung menunjukkan targetan UT untuk dapat masuk ke kalangan anak muda yang tak bisa jauh dari gadget, mulai menunjukkan perkembangan yang menggembirakan.
Mengingat, sistem pembelajaran UT mayoritas tak jauh dari penggunaan teknologi.
Hal ini ditandai dengan kesiapan UT untuk menyediakan aplikasi kuliah yang bisa diunduh di telepon seluler (ponsel) berbasis Android. Mulai dari bahan ajar digital interaktif, akses perpustakaan digital, daftar ujian, hingga komunikasi antarsiswa bisa dilakukan di aplikasi tersebut.
UT sendiri diketahui saat ini tengah mengembangkan ujian online berbasis internet dan dilengkapi pula dengan pengawasan secara daring. Direncanakan, akhir 2017, implementasi teknologi akan 100% dilakukan.
Pencapaian ini tentu saja menggembirakan, seiring dengan niatan dari Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemenristek-Dikti). Di mana, perguruan tinggi harus memperhatikan tingkat ketersiapan teknologi (Technology Readiness Level) dan inovasi.
Semoga di usianya yang semakin matang, UT dapat menjalankan perannya memberikan akses seluas-luasnya kepada seluruh lapisan masyarakat dalam mendapatkan pendidikan tinggi yang berkualitas, fleksibel dan terjangkau. Selamat ulang tahun yang ke-32 UT! (*)
Referensi
[1] http://bisnis.liputan6.com/read/2356557/anggaran-pendidikan-di-apbn-2016-cetak-sejarah
[2] http://www.ut.ac.id/berita/2016/08/peringati-kemerdekaan-ri-ke-71-ut-tingkatkan-kerja-nyata
[3] http://www.koran-sindo.com/news.php?r=0&n=6&date=2016-07-22
-----
Tulisan ini dibuat untuk mengikuti lomba blog dari Universitas Terbuka dalam rangka memperingati HUT Universitas Terbuka ke-32. Tulisan adalah karya saya sendiri dan bukan jiplakan.