Kearifan Lokal dalam Pemanfaatan Limbah Great Giant Food
Daya dukung bumi sudah semakin menurun, sementara jumlah penduduk semakin bertambah. Hal tersebut semakin diperparah dengan kehadiran industri yang berorientasi kepada keuntungan semata.
Kehadiran manajemen pemanfaatan limbah modern berbasis kearifan lokal dari Great Giant Food (GGF) membuka mata kita semua. Bahwa, sejatinya keuntungan perusahaan justru semakin meningkat, saat kelestarian alam di sekitar perusahaan juga terjaga dengan baik.
* * *
Dulu, saat mengunjungi Mbah Kakung dan Mbah Putri di Gunung Kidul, Yogyakarta, akhir tahun delapan puluhan, saya sempat dibuat penasaran, ada sebuah lemari besar di dalam kamar tidur simbah. Saking besarnya, hampir memenuhi setengah dari luas kamar dan pintunya bisa dimasuki oleh dua orang dewasa sekaligus. Sebagai anak kecil berusia lima tahunan, tentu saja penasaran dengan isi lemari tersebut.
Apa ya kira-kira yang disimpan di situ?
Memori kecil saya saat itu hanya sanggup mengingat, ada tumpukan karung besar kedele hasil panen di dalam lemari besar itu. Selain kedele, ada kacang tanah, singkong dan ada juga gabah yang dibeli dari sawah tetangga. Belakangan saya baru tahu, jika lemari itu semacam lumbung persediaan pangan.
Kata Ibu, ini semacam kearifan masyarakat kala itu, yang bijak menyimpan sebagian dari hasil panen, tidak dijual semua atau dimakan sekaligus. Tapi sebagian dibuat sebagai persediaan. Baik untuk dikonsumsi maupun dimanfaatkan untuk dijadikan bibit.
Saya mangut-mangut. Bener sih, di belakang rumah simbah yang cukup luas, banyak sekali tanaman simbah. Ada kacang kedele, jagung, singkong, kacang tanah, jati hingga mangga.
Sementara di teras belakang rumah Simbah, terdapat banyak tumpukan daun jati, kulit jagung, kulit kacang tanah, beserta ranting-ranting kecil.
Tak jauh dari dapur, berdiri kandang kambing berbentuk panggung, ditopang oleh empat canggah sebagai tiangnya. Di bawah kandang ada lubang tanah hitam, dengan sisa arang dan abu bekas pembakaran.
Tumpukan sisa rerumputan yang tak dimakan oleh kambing berjumlah 7-8 ekor itu, didiangkan dekat pembakaran hingga susut kadar airnya dan bisa dibakar untuk menghangatkan kambing di waktu malam. Sementara, sisa kotoran kambing dibersihkan dan dianginkan-anginkan sehari-dua hari untuk kemudian dimasukkan ke dalam karung atau digunakan langsung sebagai pupuk kandang.
Ampas jagung, kulit buah pisang, kulit nangka yang dihasilkan dari limbah rumah tangga dan juga sisa berkebun, dimanfaatkan untuk pakan ternak. Sisanya, dikumpulkan dan dijemur untuk dibakar menghangatkan kandang kambing di malam hari.
Tidak ada yang terbuang sia-sia. Semuanya bermanfaat dan berhasil dimanfaatkan.
Nah, bagaimana jika konsep pemanfaatan limbah sekaligus tetap berproduksi ini diterjemahkan dalam lingkup perusahaan skala raksasa?
Setengah tak percaya saat saya mengikuti webinar yang diselenggarakan oleh Great Giant Food (GGF) pada Kamis (13/8/2020) lalu. Mata saya membelalak dan mulut saya tak henti berdecak kagum. Kala Mas Arief Fatullah selaku Senior Manager Sustainability GGF menjelaskan secara runtut tentang Pemanfaatan Limbah Produksi GGF dengan Konsep Circular Economy yang Berkelanjutan.
Apa yang mengisi kenangan saya di masa kecil dahulu, berhasil diterjemahkan dengan baik oleh GGF. Bahkan dengan manajemen modern didukung dengan teknologi mutakhir, penerapan kearifan lokal itu malah memberikan dampak yang luas dan terintegrasi dengan baik.
Duh gaess, saya malah bingung mau mulai menceritakan dari mana ya terkait pemanfaatan limbah GGF ini.
Baiklah, kita mulai dari siapa sebenarnya GGF ini. Great Giant Foods adalah unit korporasi dari Gunung Sewu Group dalam bidang produk makanan dan pertanian. Yakni menyediakan buah segar, buah unggulan, olahan buah termasuk buah kalengan dan juice buah, susu segar serta daging segar maupun olahan daging.
Tak berhenti sampai di situ, niat baik GGF untuk melakukan pengolahan limbah yang terintegrasi dalam ekonomi sirkular juga turut menciptakan unit usaha baru dan menjadi sumber pemasukan lain bagi grup GGF, yakni industri enzim bromelain yang dihasilkan dari pengolahan limbah nanas, kemudian ada juga industri pupuk cair (Liquid Organic Biofertilizer) yang berasal dari pengolahan limbah cair yang dihasilkan dari rantai produksi utama – buah-buahan dan peternakan, yang ada di GGF.
Jangan lupa, GGF juga membangun sistem power plant sendiri dengan memanfaatkan energi yang didapatkan dari pengolahan biomassa yang berasal kotoran hewan dan sisa-sisa limbah seperti tebangan pohon pisang, tumpukan dedaunan dan ranting yang tidak digunakan sisa panen.
Baik, mari kita mulai membicarakan terkait topik penting pertama : Circular Economy sustainibility.
Pengalaman buruk dari revolusi industri yang terjadi pada abad pertengahan, di mana kualitas udara menjadi sangat buruk akibat polusi yang tercipta dari kegiatan industri. Dunia melalui badan PBB, mengeluarkan agenda yang berisikan Sustainable Development Goals (SDGs) pada tahun 2015. Di mana dalam SDGs, disebutkan ada 17 tujuan yang ingin dicapai bersama-sama pada tahun 2030 nanti.
17 tujuan Sustainable Development Goal's |
Intinya, SDGs ini merupakan aksi global guna mengakhiri kemiskinan, mengurangi kesenjangan, dan melindungi kelestarian lingkungan. Dan salah satu stakeholder utama yang dituntut berperan penting dalam pencapaian SDG’s ini adalah dunia industri.
Dari tujuan utama SDGs tadi, ada tiga elemen penting yang terlibat di dalamnya, yakni Economy (Dunia Usaha), Society (Komunitas) dan Environtment (Lingkungan).
Pergeseran model keberlanjutan |
Model mutakhir menjadikan lingkungan (biosphere) sebagai lingkaran yang menaungi semua kegiatan, baik sosial maupun ekonomi sekaligus menjadi batas yang tidak boleh dilanggar. Dalam ilustrasi yang lebih baik di bawah, ke-17 SDG's mendapatkan tempat masing-masing dalam lingkaran.
SDG's diterjemahkan ke dalam model keberlanjutan mutakhir. |
Dari sisi perusahaan, evolusi kegiatan ekonomi bisa digambarkan dalam ilustrasi di bawah :
Ilustrasi perbedaan kegiatan ekonomi |
Berikut penjelasan singkatnya.
1. Ekonomi Linear
Ini adalah bentuk kegiatan ekonomi dengan siklus di mana, bahan baku masuk ke dalam rantai produksi lalu diproses, diproduksi dan menghasilkan limbah yang tidak dapat diolah. Dan dibuang begitu saja ke lingkungan.
2. Ekonomi Reuse (Pemanfaatan Ulang)
Setingkat di atas ekonomi linier, sistem reuse economy menempatkan mata proses berupa reuse material residu dari sisa hasil produksi, untuk digunakan kembali bersama bahan baku. Meski demkian, karena tidak dirancang sejak awal, maka tidak semua residu dapat dimanfaatkan kembali. Sebagian besar dari hasil proses produksi yang tak termanfaatkan, berakhir sebagai limbah. Dan lagi-lagi dibuang ke lingkungan sekitar.
3. Ekonomi Sirkular Berkelanjutan
Sesuai dengan namanya, sustainability circular economy merupakan lingkaran proses produksi di mana residu dari proses produksi tingkat pertama akan dimanfaatkan secara maksimal untuk disertakan kembali ke dalam proses produksi tingkat kedua dalam lingkaran yang sama. Atau, proses produksi tingkat pertama dalam lingkaran produksi baru atau turunan. Limbah menjadi nihil, karena Ekonomi Sirkular merancang sejak awal ketiadaan limbah.
Perbedaan pengolahan limbah antara linear economic dengan circular economic model |
Limbah memang residu, namun ada potensi energi di dalamnya. Dengan konsep ekonomi sirkular, maka tidak ada limbah yang tak termanfaatkan. Semuanya bisa dikonversi. Ia hanya beralih bentuk saja. Seperti hukum kekekalan energi.
Namun, jika tidak dimanfaatkan menjadi energi yang baik, ia akan terkonversi menjadi energi negatif dalam bentuk pencemaran lingkungan.
Sekilas tentang Usaha GGF yang terintegrasi
Mungkin penjelasan di atas cukup ribet ya. Sangat teoritis sekali. Bagusnya kita pakai saja ilustrasi sebagaimana yang berlaku di GGF.
Oke, sebelum lanjut, ada baiknya kita mengenal lebih dulu produk unggulan yang dihasilkan oleh perusahaan yang ada di dalam grup GGF ini. Karena terkait nantinya dengan penjelasan mengenai pengolahan limbah dengan metode ekonomi sirkular tadi.
Produk GGF |
Yang pertama buah-buahan. GGF menghasilkan produk buah-buahan segar, baik pengembangbiakan tanaman lokal maupun tanaman impor, mulai dari nanas, pisang, jambu hingga varian pisang impor jenis Cavendish Highlind (Golden Banana). Semua buah ini dijual langsung ke pasar-pasar modern dan toko retail. Merek yang digunakan, tentu saja sudah kita kenal semua: SunPride.
Selain dijual sebagai buah-buahan segar, GGF juga memproduksi buah kalengan seperti nanas kaleng. Dan FYI, nanas kaleng ini, sudah tersebar di lebih dari 60 negara. Jangan heran, dengan produk unggulan ini, GGF berhasil menempatkan diri sebagai tiga besar produsen nanas kaleng di dunia dengan pengolahan limbah, pabrik, dan kebun yang terintegrasi.
Kata Pak Arif, jika kamu jalan-jalan ke luar negeri (Aamiin..!) dan hendak membeli nanas kalengan, satu dari lima kaleng yang ada di rak supermarket di sana, akan kamu temui nanas kaleng buatan GGF, wuidih keren, Sob!
(Jadi kepo ya, kira-kira berapa ya omset GGF dari jualan nanas kalengan ini, hihi...)
Selain buah-buahan segar, GGF juga memproduksi juice buah segar dengan merek Re.Juve. Juice buah saja? Bukan GGF namanya jika tidak menciptakan diferensiasi produk. Re.Juve adalah pelopor jus Cold-Pressed segar, murni, dan alami di Indonesia. Keunggulan dari Re.Juve ini adalah produk tidak terpapar panas dan oksidasi selama proses pembuatan, pengiriman, dan penyimpanan jus.
Satu lagi. Re.Juve menggunakan 100% perasan buah. Mengapa poin ini penting? "Gini, coba kamu bayangin dan bandingkan aja deh dengan jus yang biasa dibeli di kantin itu. Dalam satu gelas, kamu akan mendapatkan sari buah 30%, batu es 50% dan air 20%." Itu Pak Arif yang bilang loh ya..
Sementara di Re.Juve kamu akan mendapatkan 100% kesegaran buah asli, terjamin semenjak pemrosesan, pengemasan, pengiriman dan penyimpanan. Dikemas dalam botol dan tetap dingin hingga Re.Juve mencapai tangan pelanggan.
Selain buah segar, GGF juga mempunyai bisnis peternakan dengan produk berupa susu segar dengan merek Hometown Diary dan daging segar Bonanza Beef. Termasuk aneka olahan daging seperti bakso.
Sudah cukup? Belum..
Itu baru produk intinya saja. Guna mendukung ketersambungan dengan konsep Ekonomi Sirkular, GGF juga membuat unit usaha berupa pabrik pengolahan limbah cair dengan produk berupa pupuk organik cair Liquid Organic Biofertilizer (LBO) dan pabrik pengolahan limbah buah nanas yang menghasilkan produk enzim bromelain yang didapat dengan mengekstraksi batang nanas. Produk ini diekspor sampe ke Belgia loh..
Kamu – iya kamu, sudah jalan-jalan ke mana aja nih?
Ekonomi sirkular di GGF
Oke Mas-Sis, bahasan kita baru nyampe ke pemanfaatan limbah berbasis ekonomi sirkular ala GGF.
Jadi begini ceritanya. Rantai produksi GGF dimulai dengan panen bahan baku yang ditanam sendiri. Dalam contoh kasus ini, kita ambil buah nanas sebagai raw material.
Setelah panen, buah akan diangkut ke pabrik untuk diproses. Dipilih kualitasnya, yang bagus lanjut yang tidak masuk standar, akan dijadikan produk sampingan. Selanjutnya, buah nanas dibersihkan dari daunnya yang bersisi tajam dan mahkota buah. Produk akan dikemas sebagai buah nanas kalengan (slice), atau dibuat juice (Re.Juve). Tentu proses ini akan menghasilkan residu.
Residu yang kasat mata adalah daun, batang, mahkota dan kulitnya. Mahkota buah dikumpulkan untuk dijadikan bibit kembali. Sementara daun akan dijadikan sebagai bahan biomassa dan dikonversi menjadi energi listrik bersama dengan residu lain dari proses pengolahan buah-buahan lain maupun dari peternakan. Seperti gedebong pisang, kulit singkong, ampas jeruk dan lainnya.
Sementara batang nanas akan diolah menjadi enzim bromelain. FYI, enzim yang dihasilkan dari ekstrasi batang nanas ini sangat bermanfaat di bidang kedokteran untuk mengurangi nyeri luka, bersifat anti-inflamasi dan mempercepat proses penyembuhan luka.
Limbah cair yang dihasilkan akan dialirkan ke sungai-sungai kecil menuju kolam penampungan, di mana di sepanjang sungai-sungai kecil tadi, telah ditanami dengan rumpun batang bambu yang dipercaya dapat menjaga sumber mata air dan membantu mengurai polusi air.
Air limbah yang telah dinetralkan, dimanfaatkan kembali untuk penyiraman perkebunan dan sumber air minum untuk ternak.
Dan begitulah seterusnya. Lebih enaknya jika dilihat di dalam gambar di bawah ini.
Skema rantai produksi dan pemanfaan limbah GGF |
Gimana, keren banget ya. Dengan menerapkan ekonomi sirkular ini, tidak ada limbah yang tidak termanfaatkan. Semuanya terintegrasi dengan sempurna dan lingkungan bukan saja dipertahankan tapi juga ditingkatkan (regenerating).
Sudahlah, bumi sudah semakin tua. Dan dia sudah lelah dengan aneka polusi yang kita lepas ke udara, sampah domestik yang kita buang ke tanah dan mencemari sumber air.
Seperti kata Allan Mc Arthur, "Di alam, (secara alami) tidak ada sampah dan sudah seharusnya kita mencontohnya". Para leluhur kita, punya konsep kearifan lokal sendiri dalam berinteraksi dengan alam. Darah kita, semangat kita tak lepas dari ajaran leluhur kita.
Terima kasih GGF yang telah memberikan contoh paripurna, bagaimana niat baik dilakukan dengan cara yang baik, dalam mengolah limbah - mampu memberikan kesejahteraan kepada masing-masing stakeholder. *