Revolusi Industri 4.0: Tips Mencari Pekerjaan Bagi Milenial di Era Pandemi
Jika ngomongin soal cari kerja, saya senantiasa keinget dengan lirik lagu om Iwan Fals ini, Sarjana Muda.
Dengan jaket lusuh di pundaknya
Di sela bibir tampak mengering
Terselip sebatang rumput liar
Jelas menatap awan berarak
Wajah murung semakin terlihat
Dengan langkah gontai tak terarah
Keringat bercampur debu jalanan
Engkau sarjana muda
Resah mencari kerja
Mengandalkan ijazahmu
Empat tahun lamanya
Bergelut dengan buku
'Tuk jaminan masa depan
Langkah kakimu terhenti
Di depan halaman sebuah jawatan
Tercenung lesu engkau melangkah
Dari pintu kantor yang diharapkan
Tergiang kata tiada lowongan
Untuk kerja yang didambakan
Tak peduli berusaha lagi…
Ya, tak peduli berapapun usia kamu sekarang. Kondisi ini akan kamu hadapi bersama dengan jutaan angkatan kerja lain yang dihasilkan oleh sekolah, kampus dan lembaga pendidikan setara lainnya setiap tahun.
Sebuah kondisi di mana cari kerja di Indonesia menjadi semakin susah. Lowongan yang tersedia amatlah sedikit, syaratnya pun makin sulit. Ditambah para pencari kerja dari tahun-tahun sebelumnya yang belum juga terserap ke dunia kerja alias belum mendapat pekerjaan, ikut menambah panjang daftar pesaing. Sungguh kenyataan yang amat pahit.
Apa mau dikata, mencari pekerjaan di tahun-tahun sekarang, menjadi semakin berat. Bagi generasi milenial, Gen Y, hingga Gen Z di bawahnya, akan menghadapi dua kondisi tambahan yang membuatnya semakin rumit.
Apa itu? Ya, percepatan kehadiran Industri 4.0 dan tentu saja pandemi Covid-19. Keduanya menuntut kompetensi lebih dari setiap pencari kerja.
Industri 4.0 menuntut skill yang makin mikro-spesifik dan bidang-bidang pekerjaan baru yang di situ kita dituntut untuk menyesuaikan diri dengan gegas.
Dan belumlah usai kita gelagapan mencerna makna dari tiap-tiap istilah tersebut, datanglah pagebluk Covid-19 yang disebabkan oleh virus Corona, memaksa sebagian besar dari kita untuk belajar cepat.
Momentum perubahan nan revolusioner tersebut, seakan memberi angin segar kepada percepatan pelaksanaan industri 4.0
Padahal, sejatinya semua rekayasa bidang teknologi informatika itu baru akan dilaksanakan secara bertahap di waktu-waktu mendatang. Namun, dipicu Corona, semuanya harus direalisasikan segera, saat ini juga.
Alhasil, seperti yang kita lihat dan rasakan saat ini. Di mana anak-anak sekolah sudah hampir setahun ini terpaksa dirumahkan - belajar dari rumah secara daring.
Sementara para guru dan orangtua menjadi salah satu pihak - yang bukan saja merasa, tapi memang dipaksa - merasakan dampak dari percepatan ini.
Tengok saja, mulai dari para sarjana pendidikan fresh graduate sampai para guru senior yang mendekati masa pensiun. Atau mama-mama muda pecandu insta story hingga emak-emak dasteran, semuanya harus melek total terhadap teknologi.
Dari yang biasanya paling malas membuka WA, kini harus aktif memantau grup kelas.
Dari yang semula gaptek sekali untuk sekedar mengetik kode masa aktif pulsa, kekinian mau tak mau harus bisa merekam video aktivitas pelajaran praktik anaknya dan dikirimkan pula lewat grup WA.
Bagaimana dengan milenal?
Soal adaptasi dengan teknologi, dapat dipastikan kaum milenial tak akan menemui kendala berarti. Sejak mereka sudah mengerti dengan layar sentuh, teknologi sudah akrab dan seiring sejajar berjalan dengan kehidupan mereka.
Namun, jika berbicara soal bagaimana memanfaatkan teknologi untuk kebaikannya di masa mendatang, termasuk mencari pekerjaan, tentu menjadi tantangan tersendiri.
Sederhananya begini. Kamu pernah dengar tentang bursa tenaga kerja kan? Itu lho, even pencarian kerja yang biasanya digelar oleh event organizer atau instansi ataupun pihak lain di tempat publik, seperti atrium mal dan lobi hotel, yang mempertemukan para pencari kerja dengan pihak perusahaan yang lagi mencari SDM.
Transaksi dalam bursa tenaga kerja biasanya terjadi secara real time. Para pencari kerja datang dengan kelengkapan persyaratan standar, seperti fotokopi ijazah pendidikan terakhir, pasfoto, CV dan surat lamaran yang dikosongkan nama tujuannya.
Mereka lalu datang ke lokasi kegiatan. Mencari stand perusahaan yang sekiranya cocok dengan skill dan latar belakang/level pendidikan. Jika ada, mereka bisa langsung mengantri ke stand yang bersangkutan untuk menunggu giliran tatap muka dengan perwakilan perusahaan.
Jika berjodoh, maka akan dapat segera jawaban untuk dilakukan follow up tahap selanjutnya. Jika tidak, masih bisa mengunjungi stand lainnya.
Begitu alur umumnya.
Bagi para pencari kerja, keberadaan bursa tenaga kerja seperti ini, adalah kesempatan untuk menebar pancing dan membuka peluang untuk dapat segera bekerja. Baik sesuai dengan kebutuhan spesifik perusahaan maupun mengambil lowongan yang sifatnya general.
Namun, baik dari sisi pencari kerja maupun perusahaan, ada salah satu titik temu permasalahan yang ditemui. Apa itu? (Lihat gambar di bawah)
Ilustrasi |
Ya, dengan waktu penyelenggaraan bursa tenaga kerja yang biasanya hanya berlangsung amat singkat, sekitar 2 – 3 hari saja, tentu saja akan mempengaruhi psikologi para pelamar dalam melakukan pencarian kerja. Dan jika sebaran informasi tidak merata, maka tidak banyak para pencari kerja potensial yang tahu informasi tentang bursa tenaga kerja tersebut.
Thus, begitu pula bagi perusahaan. Keikutsertaan mereka dalam bursa itu juga kadangkala sering setengah hati. Karena diselenggarakan oleh pihak ketiga, tentunya tidak akan mudah begitu saja selaras dengan kebutuhan mereka akan SDM.
Sebagai perusahaan mereka tentu punya kriteria spesifik SDM yang dibutuhkan. Yang artinya, perusahaan tentu membutuhkan waktu rekrutmen yang lebih lama dan tentu saja timing yang tepat.
So, apa yang bisa kita lakukan sekarang? Tunggu jawaban dalam postingan berikutnya (*)